KABARBUANA.COM - Sesuai dengan hasil Isbat yang diumumkan oleh Menteri Agama. Pemerintah menetapkan Hari Raya Idul Fitri tanggal 1 Syawal 1444 H jatuh pada hari Sabtu tanggal 22 April 2023. Namun hal tersebut tidak bagi Komunitas Islam Aboge di Desa Onje Kabupaten Purbalingga, selanjutnya disebut Komunitas Aboge. Komunitas Aboge baru melaksanakan Hari Raya Idul Fitri pada hari ini, Minggu tanggal 23 April 2022. Hal tersebut berdasarkan pada perhitungan yang mereka lakukan bahwa tanggal 1 Syawal jatuh pada hari ini. Hal tersebut sesungguhnya bukan merupakan sesuatu yang baru, karena menurut pengalaman penulis selama hidup di Desa Onje. Penulis belum pernah mengalami Hari Raya Idul Fitri yang bersamaan antara hari yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan Komunitas Aboge. Selalu terjadi selisih satu atau dua hari. Tahun ini selisih satu hari, karena Bulan Ramadan yang ditetapkan Pemerintah berdasarkan Sidang Isbat tahun ini yaitu 30 hari. Berbeda jika 29 hari, maka selisih bisa mencapai dua hari, seperti tahun kemarin. Ini merupakan suatu hal yang sudah biasa terjadi. Perbedaan hari dan tanggal tidak hanya pada saat Hari Raya Idul Fitri saja, tetapi juga saat Hari Raya Idul Adha.
Menariknya masyarakat di Desa Onje sangat toleran dengan adanya perbedaan hari raya Islam tersebut. Tidak ada pertengkaran dan juga tidak ada kekerasan dalam menyikapi perbedaan tersebut. Misalnya, saat awal memasuki Bulan Ramadan terjadi selisih awal puasa. Ada masyarakat yang sudah banyak berpuasa, Komunitas Aboge belum memulai puasa. Tetapi tidak ada pertentangan. Masyarakat yang sudah berpuasa tetap berpuasa. Begitu juga Komunitas Aboge yang tetap menghormati dengan tidak makan di tempat atau area umum. Hal yang hampir sama juga terjadi pada saat Hari Raya Idul Fitri. Banyak masyarakat di Desa Onje yang sudah melaksanakan Shalat Idul Fitri, tetapi mereka belum sepenuhnya merayakan (saling bersilaturahmi) dengan sanak saudara. Mereka menghormati Komunitas Aboge yang masih menjalankan ibadah puasa. Baru setelah Komunitas Aboge melaksanakan Shalat Idul Fitri, semua membaur antara Komunitas Aboge dan yang bukan, untuk bersama-sama merayakan Hari Raya Idul Fitri. Biasanya mereka secara bersama-sama akan bersilaturahmi ke sanak saudara dan ke orang yang lebih tua untuk saling memaafkan. Itulah suatu keharmonisan dalam toleransi. Betapa indah toleransi tersebut dan patut untuk terus dilestarikan.
Problem dan Tantangan
Namun sesuatu yang indah belum tentu tidak ada problem. Ada beberapa problem dan tantangan yang sebenarnya terjadi, terutama pada Komunitas Aboge. Riset yang penulis lakukan berdasarkan observasi dan wawancara, patut diduga terjadi penurunan eksistensi (jumlah pengikut) Komunitas Aboge. Penurunan eksistensi Komunitas Aboge dapat dikatakan sebagai problem bagi internal. Namun juga dapat dikatakan sebagai bentuk tantangan yang harus dihadapi. Ada beberapa faktor yang menyebabkan turunnya eksistensi Komunitas Aboge seperti (1) pembujukan; (2) ditakut-takuti; (3) pendidikan; (4) wawasan dan pergaulan; (5) pengaruh modernitas; (6) regenerasi; (7) perkawinan; dan (8) peran negara (Diniyanto, 2021). Delapan faktor tersebut sesungguhnya merupakan tantangan yang nyata dan harus disikapi oleh Komunitas Aboge dalam rangka menjaga eksistensi. Komunitas Aboge tidak bisa hanya berpangku tangan membiarkan terjadinya penurunan eksistensi. Tidak bisa hanya merenungi nasib dan kelak hanya menjadi bahan cerita bagi anak cucu. Eksistensi Komunitas Aboge harus dipertahankan. Di negeri yang menjaga kebhinekaan ini, menjaga eksistensi Komunitas Aboga yang merupakan salah satu komunitas minoritas, tentu merupakan suatu keniscayaan. Tidak ada larangan untuk tetap melestarikan eksistensi komunitas minoritas. Terlebih Komunitas Aboge telah ada sebelum negara ini berdiri. Artinya, merupakan suatu hal yang wajar untuk menjaga dan melestarikan warisan dari leluhur bangsa. Aboge merupakan salah satu warisan dari leluhur bangsa.
Memang tidak mudah untuk mempertahankan eksistensi suatu komunitas. Terlebih di era saat ini yang hampir semua sudah modern. Disamping itu juga karena di dunia ini tidak ada yang abadi dan hilangnya eksistensi suatu komunitas adalah juga merupakan suatu keniscayaan. Tetapi bukan berarti kemudian tidak ada aksi nyata dalam melindungi dan menguatakan Komunitas Aboge sebagai bentuk mempertahankan eksistensi.
Upaya Mempertahankan
Aksi nyata harus dilakukan sebagai suatu upaya mempertahankan eksistensi Komunitas Aboge. Upaya memertahankan eksistensi Komunitas Aboge dapat dilakukan dari internal dan eksternal. Pertahanan internal dapat dilakukan misalnya dengan beradaptasi. Komunitas Aboge harus mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Sangat sulit rasanya untuk mempertahankan eksistensi tanpa beradaptasi dengan perkembangan zaman. Mengingat perkembangan zaman pasti terjadi. Komunitas Aboge harus mampu beradaptasi. Hal-hal yang masih bisa diubah untuk mengikuti perkembangan zaman, selayaknya diubah mengikuti perkembangan era saat ini. Adapun hal yang prinsip dan mutlak tidak dapat diubah, tentu tidak perlu diubah, tetapi harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Penyesuaian tersebut bukan berarti mengubah prinsip. Penyesuaian dilakukan agar tetap mengikuti perkembangan zaman.
Kemudian dari segi eksternal, juga perlu dilakukan upaya. Upaya dari eksternal dapat dilakukan oleh negara. Negara sebagai penjamin hak konstitusional komunitas masyarakat harus melindungi dengan instrumen yang dimiliki. Jaminan tersebut dilakukan setidaknya dengan menjamin hak-hak konstitusional Komunitas Aboge dengan baik tanpa ada diskriminasi dan kekerasan, dimana Komunitas Aboge dapat menjalankan hak konstitusionalnya dengan bebas, aman, dan sesuai konstitusi. Peran negara dalam menjamin hak konstitusional tersebut sulit terwujud tanpa ada dukungan dari seluruh masyarakat. Oleh karena itu mari kita bersama-sama menjaga dan melindungi kebhinekaan salah satunya dengan memberikan ruang bagi Komunitas Aboge untuk menjaga eksistensi.
Terakhir saya mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin. Semoga dengan semangat saling memaafkan dapat menjaga toleransi dan kebhinekaan.
Ayon Diniyanto, Dosen pada UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan. Penulis Buku “Perlindungan dan Penguatan Komunitas Minoritas: Kajian terhadap Eksistensi Komunitas Islam Aboge”.
===
Ayo bergabung di Grup Telegram "Kabar Buana" untuk mendapatkan update berita dan tulisan pilihan. Caranya klik link https://t.me/kabarbuanaupdate. Setelah itu klik "join". Pastikan Anda telah menginstall aplikasi Telegram di ponsel Anda terlebih dahulu.
Artikel Terkait
Jalan Panjang Perppu Cipta Kerja: Rapat Paripurna DPR Sudah Berakhir, Kok Belum Disahkan?
Chat GPT dan Respon Dunia Pendidikan
Social Exchange Theory (Teori Pertukaran Sosial) dalam Komunikasi Interpersonal, Ternyata ini!
Inkonsistensi Pengaturan Komisi Yudisial
Memaknai Idul Fitri dengan Kesadaran Diri, Jangan Biarkan Usai dengan Percuma!